Instrumentasi.com
Di tengah upaya keras Kepolisian RI memberantas pungli berkedok ormas, dugaan pungli justru terjadi di lingkungan internal institusi itu sendiri. Peristiwa ini terjadi pada Rabu pagi, 4 Juni 2025, di Kantor Polres Samosir.
Sekitar pukul 10.00 WIB, seorang warga Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Roihantor Sagala, sedang mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) C di kantor tersebut. Saat itu, secara kebetulan, aktivis antikorupsi Marko Panda Sihotang tengah duduk di salah satu warung kopi tak jauh dari lokasi, bersama beberapa wartawan.
Kejadian mulai mencurigakan ketika Roihantor tampak kebingungan karena kekurangan uang sebesar Rp250 ribu untuk membayar biaya pengurusan SIM-nya. Ia pun tampak mencari tambahan dana untuk memenuhi total biaya sebesar Rp450 ribu. Melihat kejadian itu, insting pegiat anti korupsi
Marko langsung bereaksi. Ia mulai membisikkan keheranannya kepada para wartawan yang bersamanya.
Setelah Roihantor selesai dan menerima SIM-nya, Marko langsung menghampirinya dan bertanya berapa besar uang yang telah dikeluarkan. Tanpa ragu, Roihantor menjawab, “Rp450 ribu.”
“Mahalkali!” seru Marko terkejut. Ia pun segera mengajak Roihantor menemui polisi di ruangan tempat pembayaran dilakukan.
Marko masuk lebih dulu ke ruangan, sementara Roihantor menunggu di depan pintu. Di dalam ruangan, terlihat seorang anggota polisi duduk, mengenakan seragam dengan papan nama bertuliskan Oliver. Marko langsung bertanya, “Berapa biaya bikin SIM, Pak?”
Namun Oliver justru balik bertanya, “Kenapa, Pak?”
Marko menjawab dengan nada heran, “Kok mahal kali kalian buat mengurus SIM?” Lalu ia memanggil Roihantor masuk ke dalam dan meminta agar ia menyampaikan langsung berapa yang dibayarkannya.
“Rp450 ribu,” ujar Roihantor polos.
“Memang segitu,” jawab Oliver tenang.
Namun suasana mulai berubah ketika Marko mempertegas, “Memang itu sesuai aturan?”
Tak ada jawaban meyakinkan yang muncul. Tanpa ingin berdebat panjang, Marko segera membawa Roihantor menuju ruang Propam untuk melaporkan dugaan pungutan liar tersebut.
Kepada wartawan usai membuat laporan, Roihantor mengungkapkan kekecewaannya. “Saya mengurus SIM C baru, tapi tidak ada penjelasan rinci. Saya bayar Rp450 ribu, tapi tak ada bukti resmi. Saya rasa ini tak adil.”
Pegiat antikorupsi Marko Panda Sihotang menegaskan bahwa biaya resmi penerbitan SIM C telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2020 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). (Hayun Gultom)