Warga Parbaba Lapor ke Presiden, Protes Penertiban Sepihak oleh Pemkab Samosir

oplus_0

Samosir, Instrumentasi.com — Pelaku usaha wisata di Pasir Putih Parbaba, Desa Huta Bolon, Kecamatan Pangururan, resmi melaporkan kebijakan penertiban Pemerintah Kabupaten Samosir kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Mereka menilai langkah tersebut sepihak, tidak adil, dan hanya menyasar usaha kecil milik warga.

Surat keberatan dilayangkan pada Selasa (23/6/2025) melalui kantor Pos Pangururan, ditujukan kepada Presiden melalui Kantor Pos. Aksi ini dipicu surat penertiban dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Samosir bernomor 500.13.39.1/936/DISBUDPAR.

Warga Protes Ketimpangan Penegakan Aturan:

Aliansi Pelaku Usaha Wisata menilai penertiban hanya menargetkan pondok kayu dan warung milik warga, sementara hotel besar yang jelas-jelas melanggar garis sempadan danau tetap dibiarkan. “Hotel Vantas membangun anjungan hingga lebih 100 meter ke danau tapi tidak pernah disentuh,” ujar Pangihutan Sihaloho.

Ia juga menyebut pembangunan Hotel Labersa yang mencaplok sempadan danau, tanpa sanksi atau peneguran dari pemerintah daerah.

Bangunan Warga Dinilai Warisan Budaya:

Warga menyatakan pondok-pondok dan warung tradisional justru menjadi bagian dari daya tarik budaya lokal Danau Toba. “Ini bukan bangunan permanen, bahkan dibangun secara swadaya dan tidak merusak lingkungan,” jelas Esmi Sitangang.

Ia juga menyayangkan tindakan serupa yang pernah dilakukan pada 2022, yang tak diikuti perbaikan tata kelola kawasan.

Wisata Jadi Sumber Hidup Puluhan Keluarga: 

Parbaba merupakan destinasi favorit Danau Toba yang ramai tiap akhir pekan. Pelaku usaha lokal menyediakan fasilitas seperti tikar, makanan, hingga penyewaan pelampung. “Kami juga membersihkan sampah dan membantu menjaga keamanan. Kalau digusur, kami makan apa?” kata Mangoloi Sihaloho.

Menurut data internal aliansi, lebih dari 50 kepala keluarga menggantungkan penghasilan dari aktivitas wisata ini.

Warga mengaku tidak pernah diajak berdialog atau diberi pembinaan teknis sebelum kebijakan diberlakukan. “Kami diperlakukan seperti pelanggar, padahal justru menjaga kawasan ini setiap hari,” ujar Mangoloi Sihaloho.

Empat Tuntutan kepada Pemkab Samosir:

Dalam surat keberatan yang ditandatangani oleh 67 warga lengkap dengan nomor KTP, masyarakat mengajukan empat tuntutan:

1. Cabut dan kaji ulang surat penertiban,2. Tertibkan semua pelanggaran garis sempadan tanpa pandang bulu, 3. Libatkan masyarakat dalam penataan kawasan,dan 4. Fasilitasi ruang usaha legal berbasis kearifan lokal.

Ketimpangan Tata Kelola Wisata Kian Terlihat:

Warga menilai penataan kawasan wisata cenderung memihak pemilik modal besar. Ketika investor bebas membangun melanggar aturan, masyarakat lokal justru menjadi korban.

Padahal, Pasal 65 UU No. 32 Tahun 2009 menjamin hak masyarakat untuk dilibatkan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kini, pertanyaan pun mengemuka: apakah Pemkab Samosir berani menindak pelanggar besar, atau hanya berani menertibkan rakyat kecil? (PS)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *