Urgensi Pengawalan Kejaksaan oleh TNI dalam Menangani Kasus Korupsi Strategis

Oplus_16908288

Instrumentasi.com- Dalam negara hukum, supremasi hukum tidak cukup hanya ditegakkan di atas kertas. Ia membutuhkan keberanian aparat, perlindungan kelembagaan, dan sistem yang mampu mengantisipasi berbagai bentuk ancaman, baik fisik maupun non-fisik.

Salah satu lembaga yang berada di garis depan dalam perang melawan kejahatan, terutama korupsi, adalah Kejaksaan Republik Indonesia. Namun, semakin strategis kasus yang ditangani, semakin tinggi pula risiko yang dihadapi jaksa.

Ancaman Nyata terhadap Jaksa Penegak Korupsi

Sepanjang dua dekade terakhir, banyak jaksa mengalami intimidasi, teror, bahkan kekerasan saat menangani perkara besar. Kasus-kasus korupsi kelas kakap yang melibatkan aktor politik, pengusaha besar, hingga pejabat negara tak jarang menimbulkan serangan balik terhadap aparat penegak hukum.

Data dari Komisi Kejaksaan RI tahun 2023 menunjukkan bahwa terdapat 52 laporan ancaman dan intimidasi terhadap jaksa, baik dalam bentuk teror fisik, digital, maupun tekanan politik saat menangani perkara strategis, terutama korupsi. Dari jumlah itu, 21 kasus dinyatakan serius dan memerlukan pengamanan tambahan oleh aparat keamanan.

Sementara itu, data internal Kejaksaan Agung tahun 2022 mencatat bahwa 18 jaksa dilaporkan mengalami penguntitan atau ancaman terhadap keluarganya saat menangani perkara besar, seperti korupsi di sektor energi dan proyek infrastruktur. Salah satunya terjadi dalam kasus korupsi BTS 4G Kominfo yang menjerat pejabat tinggi dan melibatkan nilai triliunan rupiah.

Ironisnya, perlindungan fisik terhadap jaksa belum diatur secara sistematis dan berkelanjutan. Sebagian besar pengamanan bersifat insidentil dan bergantung pada koordinasi dengan kepolisian setempat, yang sering kali tidak memadai dalam menghadapi aktor-aktor kuat yang terlibat dalam kejahatan terorganisir.

Kerangka Hukum Kolaborasi Kejaksaan dan TNI

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI menegaskan tugas dan kewenangan jaksa dalam bidang penuntutan dan pengamanan hukum. Namun, perlindungan keamanan fisik terhadap jaksa masih sangat terbatas pada mekanisme umum.

Sebaliknya, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia membuka ruang kolaborasi. Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 10 menyebutkan: “Tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP) antara lain membantu Kejaksaan dalam menegakkan hukum dan ketertiban atas permintaan resmi.”

Kerangka ini menjadi pintu masuk bagi Kejaksaan untuk secara sah dan konstitusional meminta dukungan pengamanan dari TNI dalam situasi yang memerlukan pengamanan tinggi.

Urgensi Pengawalan TNI: Perlu, Bukan Represif

Sering kali, usulan pengamanan institusi hukum oleh militer dituduh berpotensi membuka jalan intervensi militer ke dalam ranah sipil. Padahal, urgensi ini harus dilihat dari perspektif perlindungan keamanan, bukan dominasi kewenangan.

Laporan ICW (Indonesia Corruption Watch) 2023 menyebut bahwa dari 15 kasus besar korupsi yang ditangani Kejaksaan pada tahun itu, setidaknya 7 kasus menghadirkan risiko tinggi bagi keselamatan jaksa, terutama yang berkaitan dengan mafia tambang, proyek BUMN, dan suap pejabat pusat-daerah.

Ketika jaksa menghadapi tekanan dari entitas yang memiliki senjata, uang, dan jaringan kekuasaan, maka perlindungan dari aparat militer menjadi rasional, selama tetap berada dalam koridor hukum dan tidak mencampuri proses yudisial.

Menjaga Supremasi Hukum Lewat Sinergi Lembaga Negara

Sinergi antara Kejaksaan dan TNI tidak boleh dimaknai sebagai pergeseran kekuasaan antar lembaga, melainkan sebagai penguatan sistem penegakan hukum nasional. Kejaksaan tetap independen dalam fungsi yudisial, dan TNI hadir sebagai pelindung dalam hal keamanan fisik.

Hasil survei LSI tahun 2023 menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan mencapai 68,4%, naik dari tahun sebelumnya. Namun, hanya 33% responden yang yakin jaksa benar-benar bebas dari tekanan politik saat menangani kasus besar. Ini menunjukkan bahwa dukungan sistemik, termasuk perlindungan fisik, menjadi kebutuhan mutlak.

Penutup: Waktunya Langkah Nyata

Ketika korupsi menjadi kejahatan luar biasa (extraordinary crime), maka penegak hukumnya pun harus mendapatkan perlakuan luar biasa pula. Dukungan negara terhadap Kejaksaan harus konkret, termasuk dalam bentuk pengamanan oleh aparat militer jika diperlukan.

Jangan sampai jaksa yang memberantas korupsi justru menjadi korban karena sistem tidak mampu melindunginya. Negara harus hadir dalam bentuk nyata, bukan hanya dalam pidato atau slogan.

Kolaborasi Kejaksaan dan TNI, selama dilakukan dalam batas hukum yang ketat dan transparan, adalah bentuk perlawanan negara terhadap kekuatan jahat yang ingin menguasai hukum. Jaksa adalah benteng hukum bangsa—dan benteng itu harus dijaga, salah satunya, oleh kekuatan pertahanan terbaik yang dimiliki Republik ini: TNI.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *