TPL Dianggap Picu Konflik, Ratusan Warga Samosir Geruduk Kantor DPRD

Samosir, Instrumentasi.com — Ratusan warga Kabupaten Samosir melakukan aksi unjuk rasa ke Kantor DPRD Samosir, Kamis (17/7/2025), menuntut penghentian operasional PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang dinilai sebagai sumber konflik sosial dan kerusakan lingkungan di wilayah Tapanuli.

Peserta aksi terdiri dari jemaat HkBP distrik VII Samosir, KSPPM, pecinta lingkungan, LSM dan Serikat Tani.

Aksi ini dipimpin oleh tokoh masyarakat Pahala Tua Simbolon, yang menyampaikan secara langsung kegelisahan warga kepada para anggota dewan.

“Bapak Dewan yang terhormat, kehadiran kami di sini adalah bentuk kegelisahan yang kami rasakan sebagai masyarakat,” ujar Pahala dalam orasinya.

Ia menegaskan bahwa sejak TPL berdiri, masyarakat telah mengalami berbagai bentuk kekacauan sosial dan kerusakan lingkungan yang serius.

“Kami sudah merasakan hingar-bingar dan semrawutnya situasi sejak TPL berdiri. Khususnya di Samosir, kita tidak bisa menutup mata dan membohongi diri,” tegasnya.

Pahala menyebut bahwa konflik horizontal antarwarga yang kini terjadi bukanlah kejadian spontan, melainkan akibat langsung dari aktivitas perusahaan.

“Yang kita rasakan hari ini adalah akibat ulah TPL. Itu tidak bisa dilepaskan dari kerjaan mereka,” katanya.

Sebagaimana diketahui, TPl di Kabupaten Samosir beroperasi di tiga desa, yaitu: Desa Hariara Pintu, Desa Partungko Naginjang, dan Desa Huta Galung Kecamatan Harian.

Ia menambahkan bahwa potensi konflik sosial ini sudah lama diprediksi oleh masyarakat sejak awal TPL mulai beroperasi.

“Saling memfitnah, saling memukul, dan nanti bisa lebih parah. Masyarakat bisa benar-benar pecah,” ujar Pahala dengan nada prihatin.

Ia juga menegaskan bahwa suara mereka mewakili keresahan tidak hanya dari Samosir, tetapi dari seluruh kawasan Tapanuli Raya.

“Kami bagian dari masyarakat Tapanuli Raya, dan kami tidak bisa diam melihat ini,” tambahnya.

Menurutnya, perpecahan yang terjadi antar masyarakat adat, petani, hingga antarumat beragama, tidak bisa dilepaskan dari campur tangan korporasi yang mengejar kepentingan ekonomi.

Pahala mempertanyakan keberpihakan negara terhadap rakyat dalam konflik agraria yang terus berulang.

“Apakah negara sudah sepenuhnya berpihak kepada rakyat? Atau justru tunduk pada kepentingan korporasi?” tanyanya.

Kritik tajam juga dilontarkannya kepada para pejabat daerah dan pusat yang dinilai lemah dan lamban menanggapi keluhan masyarakat.

“Kami lelah menyampaikan laporan demi laporan. Tapi responsnya nihil. Hanya janji,” ucapnya.

Ia menekankan bahwa konflik ini bukan sekadar soal lahan, melainkan menyangkut jati diri masyarakat adat.

“Hutan itu bukan sekadar pohon bagi kami. Itu hidup, itu warisan, itu identitas,” tegas Pahala.

Kepada para pengambil kebijakan, Pahala meminta agar segera mengambil langkah tegas.

“Kami minta ketegasan. Jika negara benar-benar hadir, hentikan TPL,” ujarnya lugas.

Ia juga menyampaikan bahwa perdamaian tidak akan tercapai selama akar masalah, yakni penguasaan lahan oleh perusahaan, tidak dituntaskan.

Pahala menyerukan solidaritas antar komunitas untuk terus memperjuangkan hak-hak masyarakat secara bermartabat.

“Kita tidak boleh terpecah. Ini bukan hanya soal satu desa, tapi seluruh tanah Batak,” tutupnya.

Perwakilan peserta aksi yang berjumlah ratusan orang tersebut diterima langsung oleh pihak DPRD Samosir untuk menyampaikan aspirasi mereka.

Setelah dari DPRD, massa kemudian bergerak melanjutkan aksi mereka ke Kantor Bupati Samosir. (PS)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *