Samosir, Instrumentasi.com -Undangan resmi yang dilayangkan Ketua DPRD Kabupaten Samosir, Nasip Simbolon, kepada Bupati Samosir untuk menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 3 Juli 2025 menuai kritik dari sejumlah kalangan. Agenda rapat yang digelar oleh Komisi III DPRD tersebut berkaitan dengan tindak lanjut pengelolaan kawasan wisata Pantai Pasir Putih Parbaba, namun dianggap tidak mencerminkan keberpihakan kepada masyarakat.
Salah satu suara kritis datang dari Efendi Naibaho, mantan anggota DPRD Sumatera Utara yang kini dikenal sebagai pemerhati pembangunan Samosir. Ia menilai surat undangan tersebut sarat dengan kepentingan kelompok tertentu, dan berpotensi menjadi alat tekanan terhadap pelaku usaha lokal yang sudah lebih dulu menghidupkan kawasan wisata Parbaba.
“Surat itu tidak menunjukkan semangat membangun. DPRD seharusnya menjadi penyambung lidah rakyat, bukan alat tekanan bagi kepentingan tertentu. Kalau pendekatannya seperti ini, jelas keberpihakannya bukan untuk masyarakat,” ujar Efendi, Senin (7/7/2025) di Pasir Putih Parbaba.
Menurut Efendi, kawasan Pasir Putih Parbaba bukan hanya destinasi wisata, tetapi juga merupakan wilayah sosial-historis yang telah lama dihuni masyarakat. Sepanjang kawasan pantai itu terdapat lima bisluit (besluit) perkampungan tua, yang menjadi dasar keberadaan warga di sana. Bahkan, sebagian dari mereka sudah mengantongi sertifikat hak milik resmi atas tanahnya.
“Bukan tanah kosong, bukan hutan lindung. Itu kampung yang sudah turun-temurun dihuni, ada legalitas dan historisnya. Jangan dibingkai seolah-olah semua yang ada di sana adalah liar,” tegasnya.
Efendi juga mengungkapkan bahwa banyak pelaku wisata di Parbaba menjalankan usaha secara mandiri dengan meminjam modal dari bank, terutama dari Bank Sumut dan lembaga keuangan lainnya. Mereka membuka warung makan, pondok wisata, wahana air, hingga usaha sewa perahu yang menyerap tenaga kerja lokal.
“Orang-orang di sini justru pejuang ekonomi rakyat. Mereka pinjam uang, bangun usaha, dan hidup dari hasil keringat sendiri. Harusnya didukung, bukan ditekan,” ujarnya.
Karena itu, Efendi mendorong agar Pemkab Samosir menjalin kerja sama strategis dengan Bank Sumut untuk memberikan tambahan modal usaha kepada pelaku wisata. Ia menyarankan agar ada dukungan nyata dalam bentuk kredit lunak, pelatihan usaha, atau pembinaan manajemen keuangan bagi pelaku UMKM pariwisata.
“Ini baru berpihak. Pemerintah hadir memberi solusi, bukan ikut dalam skenario penertiban yang berbau kepentingan,” ucap Efendi.
Ia juga mempertanyakan arah kebijakan DPRD Samosir yang cenderung menutup ruang dialog dengan pelaku usaha, namun memberi panggung untuk tindakan-tindakan yang berpotensi mengancam kelangsungan ekonomi lokal.
“Kalau begini sikap DPRD Samosir, kacau itu pola pikirnya. Mereka seharusnya memperjuangkan masyarakat, bukan sibuk melayani penguasa atau titipan-titipan kelompok tertentu,” tambahnya.
Efendi pun mengingatkan bahwa pengembangan kawasan wisata seperti Parbaba semestinya menjadi upaya kolektif untuk mendorong kesejahteraan masyarakat.
“Pariwisata bukan milik pemerintah, tapi milik masyarakat. Pemerintah hanya fasilitator, bukan penguasa tunggal. DPRD dan Pemkab harus sadar itu,” tutupnya.
Untuk diketahui, surat DPRD bernomor 100.2.1/345/DPRD-SMR itu bersifat penting, ditandatangani langsung oleh Ketua DPRD, dan ditujukan kepada Bupati serta sejumlah OPD dan Kepala Desa Huta Bolon. Namun isi surat tersebut kini dipertanyakan karena tidak melibatkan pelaku wisata sebagai bagian dari pembahasan pengelolaan kawasan. (PS)