Jakarta, Instrumentasi.com – Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sekaligus Presidium Semangat Rakyat Anti Korupsi (Semarak), Sutrisno Pangaribuan, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah tegas dalam pemberantasan korupsi. Menurutnya, Presiden harus mempertimbangkan pergantian Ketua KPK, Kapolri, dan Jaksa Agung karena kinerja lembaga penegak hukum dinilai gagal menuntaskan kasus besar.
“Presiden Prabowo tidak boleh ragu. Jika pimpinan KPK, Polri, dan Kejaksaan tidak mampu menuntaskan kasus besar korupsi, mereka harus dicopot dan diganti. Ini soal keberanian politik,” tegas Sutrisno, Sabtu (6/9/2025).
Sutrisno menilai lemahnya kinerja KPK terlihat dari kasus suap proyek jalan di Sumatera Utara (Sumut) yang menyeret nama Topan Obaja Putra Ginting (TOP), orang dekat Bobby Nasution. Meski sudah memeriksa 42 saksi, kasus tersebut tidak menunjukkan perkembangan berarti.
Selain itu, KPK belum juga berani memanggil ulang Rektor Universitas Sumatera Utara, Muryanto Amin, serta Dedy Rangkuti, sepupu kandung Bobby, yang mangkir pada pemanggilan pertama. Kondisi ini disebut menunjukkan “taring KPK tumpul” saat berhadapan dengan lingkaran dekat kekuasaan.
“Kalau Presiden Xi Jinping di China bisa menindak tegas pejabat korup, kenapa Indonesia tidak bisa? Presiden Prabowo harus mencontoh itu. Jangan biarkan KPK hanya jadi penonton,” tambah Sutrisno.
Menurut Sutrisno, kasus OTT terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer atau Noel, bukanlah bukti ketegasan KPK. Sebaliknya, kasus itu dianggap sebagai upaya mengalihkan perhatian publik dari perkara besar yang melibatkan lingkaran politik elit.
Pernyataan Sutrisno ini menanggapi klarifikasi Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers penetapan tersangka Noel di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/8/2025). Setyo menegaskan bahwa OTT Noel tidak ada kaitan dengan dugaan keterlibatan Bobby Nasution.
Namun publik menilai KPK lebih memilih fokus pada kasus Noel dan korupsi kuota haji, sementara kasus-kasus besar lain seperti korupsi jalan di Sumut, perkara Bupati Kolaka Timur, hingga kasus Dirut PT Inhutani V meredup.
KPK juga dinilai reaktif terhadap isu yang sedang viral. Misalnya, ketika muncul aksi massa di Pati, KPK tiba-tiba memanggil bupati terkait dugaan kasus DJKA. Begitu juga ketika perseteruan Ridwan Kamil dengan Lisa Mariana mencuat, KPK langsung memanggil Lisa terkait dugaan aliran dana korupsi Bank BJB.
“Semua pejabat negara, ASN, BUMN, BUMD, wajib patuh pada LHKPN. Kalau tidak, harus segera dipanggil dan diperiksa oleh KPK. Itu langkah dasar membangun integritas,” tutup Sutrisno.
Juga terjadinya gelombang aksi massa yang menewaskan 10 orang rakyat disebut sebagai akibat dari maraknya korupsi di lembaga negara dan lemahnya penindakan.
Sutrisno menegaskan, hanya tindakan politik tegas dari Presiden Prabowo yang dapat mengembalikan kepercayaan publik.(*)












