Intensitas Hujan Masih Minim, BMKG: Efektivitas OMC Baru Capai 50 Persen

oplus_0

Silangit, Instrumentasi.com- Upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) melalui Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di Provinsi Sumatera Utara masih menghadapi berbagai tantangan. Berdasarkan laporan terbaru, efektivitas operasi yang dimulai sejak 26 Juli 2025 itu baru mencapai sekitar 50 persen.

Direktur Tata Kelola Modifikasi Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Edison Kuniawan, menyampaikan bahwa meski penyemaian awan telah dilakukan intensif, hasil hujan belum merata dan belum mampu memadamkan seluruh titik api.

“Secara meteorologis, wilayah Sumatera Utara memang sudah memasuki puncak musim kemarau. Potensi awan pembawa hujan sangat terbatas, sehingga efektivitas OMC hingga hari ini baru mencapai 50 persen,” ujar Edison kepada wartawan di Bandara Silangit, Tapanuli Utara, Senin (28/7/2025).

Menurut Edison, intensitas hujan yang turun di beberapa daerah masih tergolong sedang dan bersifat lokal. Sejumlah wilayah yang sempat diguyur hujan meliputi bagian utara Samosir, Padang Lawas Utara, Kota Binjai, Tapanuli Utara, Toba, dan Sibolga.

“Di beberapa titik memang ada hujan, namun belum signifikan untuk sepenuhnya meredakan kebakaran hutan dan lahan,” ungkapnya.

OMC yang berlangsung sejak 26 Juli itu dijadwalkan hingga 31 Juli 2025, dengan fokus utama di kawasan Geopark Kaldera Toba. Kawasan ini dianggap strategis secara ekologis dan ekonomis, serta menjadi pusat aktivitas pariwisata dan budaya.

Edison menyebut, operasi diarahkan khususnya ke wilayah Kaldera Toba karena sejumlah kabupaten di sekitarnya mengalami kekeringan parah disertai kebakaran hutan.

“Kondisi atmosfer di sekitar Danau Toba saat ini memang tidak ideal. Oleh karena itu, strategi penyemaian harus tepat sasaran agar terbentuk hujan di wilayah yang kritis,” ujarnya.

Geopark Kaldera Toba mencakup beberapa kabupaten seperti Toba, Samosir, Humbang Hasundutan, dan Tapanuli Utara. Menurut BMKG, wilayah-wilayah ini sedang mengalami tekanan cuaca kering yang cukup ekstrem.

BMKG terus bekerja sama dengan TNI AU dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk mengoptimalkan setiap peluang terbentuknya awan hujan.

Untuk mendukung operasi darurat ini, satu unit pesawat water bombing disiagakan guna mempercepat pemadaman di lokasi yang sulit dijangkau oleh tim darat.

“Water bombing akan digunakan di area yang tidak memungkinkan untuk dijangkau oleh tim darat karena medan terjal dan minim akses oleh BNPB,” kata Edison.

Data terbaru menunjukkan bahwa titik-titik api masih aktif di beberapa kecamatan di Kabupaten Toba, seperti Tampahan dan Balige. Kedua wilayah ini diketahui berada dalam area Kaldera Toba bagian selatan yang juga menjadi pusat permukiman warga.

Sementara itu, sejumlah titik api lain masih terdeteksi di kawasan Kaldera Sigapiton, Kecamatan Nassau, Parsoburan, hingga Borbor. Kondisi geografi di lokasi-lokasi tersebut menyulitkan penanganan darat secara langsung.

“Medan yang berat dan jarak tempuh yang jauh menjadi kendala utama. Oleh karena itu, kita dorong penambahan sortie penerbangan OMC,” tambahnya.

Edison juga menegaskan bahwa kondisi kekeringan turut memperburuk situasi. Ketersediaan air tanah mulai menurun dan berpotensi berdampak pada sektor pertanian warga.

BMKG bersama BNPB telah menyarankan kepada pemerintah daerah untuk mengajukan perpanjangan masa operasi OMC hingga awal Agustus, sambil terus memantau perkembangan atmosfer.

“Kita tidak hanya mengandalkan OMC, tapi juga memperkuat koordinasi lintas instansi agar penanganan bencana ini bersifat terpadu dan cepat,” jelasnya.

Pemerintah Kabupaten Toba dan daerah sekitar diminta terus aktif melaporkan perkembangan titik api dan permintaan hujan buatan tambahan bila diperlukan.

Edison juga mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan pembakaran lahan, termasuk dalam praktik pertanian tradisional yang biasa dilakukan pada musim kemarau.

“Sekecil apa pun api yang ditinggalkan bisa memicu kebakaran besar dalam kondisi cuaca seperti ini. Kami mohon kesadaran masyarakat,” tegasnya.

Selain itu, BMKG mengingatkan bahwa potensi gangguan asap akibat karhutla juga bisa berdampak pada kesehatan dan aktivitas penerbangan di kawasan Danau Toba.

Untuk itu, dukungan logistik dan relawan dari berbagai unsur seperti BPBD, TNI, Polri, Manggala Agni, dan komunitas lokal sangat penting untuk mempercepat proses pemadaman.

Edison menyampaikan, posko pemantauan dan koordinasi telah didirikan di beberapa titik strategis, termasuk di Bandara Silangit sebagai pusat logistik dan data.

Hingga saat ini, pemantauan satelit menunjukkan belasan hotspot masih aktif di sekitar kawasan Danau Toba, dengan intensitas sedang hingga tinggi.

“Tim di lapangan terus bergerak. Kami juga sedang menunggu konsistensi pembentukan awan di wilayah barat dan utara Danau Toba sebagai target utama,” pungkas Edison.

Pemerintah pusat dan daerah diharapkan segera mengambil langkah tambahan agar kondisi tidak semakin parah, termasuk dengan antisipasi jangka panjang menghadapi pola cuaca yang semakin tidak menentu. (PS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *