FGD Karhutla di Samosir Dinilai Reduksionis, Shohibul Anshor: “Masalahnya Lebih Kompleks dari Sekadar Terbakar atau Dibakar”

Samosir, Istrumenatasi.com- Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Karhutla di Samosir: Terbakar atau Dibakar?” yang digelar kemarin memunculkan sejumlah kritik dari akademisi dan pengamat sosial. Salah satunya datang dari Dr. Shohibul Anshor Siregar, dosen Fispol UMSU, menilai bahwa FGD tersebut belum menyentuh akar persoalan secara menyeluruh.

Menurut Shohibul dalam relis yang dikirimnya, Sabtu (6/7/2025) menyebutkan kesimpulan bahwa mayoritas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Samosir disebabkan oleh pembakaran yang disengaja memang sejalan dengan studi nasional. Namun, ia menilai framing “terbakar atau dibakar” terlalu menyederhanakan persoalan kompleks yang melibatkan faktor sosial, ekonomi, budaya, hingga kelembagaan.

“Karhutla bukan sekadar urusan korek api atau niat jahat individu. Ini soal interaksi antara kerentanan masyarakat, tekanan ekonomi, lemahnya penegakan hukum, dan minimnya alternatif,” ujarnya.

Shohibul mengkritik bahwa FGD tersebut gagal menggali faktor kerentanan secara mendalam, seperti kekeringan, tradisi pertanian berbasis pembakaran, dan lemahnya edukasi masyarakat. Ia mengutip teori manajemen risiko bencana yang menempatkan bencana sebagai akibat dari kerentanan yang berinteraksi dengan bahaya.

Lebih lanjut, Shohibul juga menyoroti minimnya analisis terhadap motif ekonomi di balik pembakaran lahan.

“Masyarakat tidak membakar karena mereka jahat, tetapi karena itu dianggap efisien, murah, dan berisiko kecil. Kalau tidak ditawarkan solusi ekonomi yang lebih menguntungkan, maka pembakaran akan terus terjadi,” tegasnya.

Ia mengacu pada teori pilihan rasional, yang menyatakan bahwa perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh kalkulasi untung-rugi. Sosialisasi dan ancaman sanksi hukum tidak akan efektif jika masyarakat tidak diberi pilihan yang realistis.

Selain itu, Shohibul menyebut bahwa dimensi budaya juga luput dari pembahasan. Ia menilai penting untuk melihat karhutla sebagai bagian dari praktik turun-temurun yang membutuhkan pendekatan antropologis, bukan semata pendekatan hukum.

“Ada dimensi budaya yang salah kaprah, yang sudah diwariskan lintas generasi. Ini tidak bisa diselesaikan dengan patroli atau spanduk larangan membakar saja,” katanya.

Terkait dengan pendekatan represif yang disuarakan dalam FGD, Shohibul mengingatkan bahwa penindakan hukum tidak akan efektif tanpa strategi pencegahan yang kuat. Ia merujuk pada data Intelkam Polres Samosir yang mencatat 25 titik api sepanjang 2025, dan 327 hektare lahan terbakar sejak pertengahan Mei hingga awal Juli.

“Kalau program sosialisasi dan patroli sudah jalan, tapi titik api masih banyak, artinya pendekatan kita belum menyentuh akar masalah,” ujar dia.

Shohibul juga menilai rekomendasi yang muncul dari FGD masih terlalu konvensional dan belum menjawab kebutuhan teknis di lapangan. Ia menyoroti tidak adanya inovasi seperti penggunaan drone, pelatihan pertanian tanpa bakar, atau pembentukan kelompok masyarakat peduli api (MPA) dengan peralatan yang layak.

Dalam konteks status UNESCO Global Geopark Kaldera Toba, ia menyebut bahwa kebakaran hutan bisa menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan pengakuan internasional tersebut. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah daerah untuk menjadikan status geopark sebagai instrumen kampanye lingkungan dan keterlibatan warga.

Sebagai penutup, Shohibul menawarkan sejumlah rekomendasi, antara lain: Kajian sosiologis dan ekonomi yang lebih mendalam, Program komunikasi perubahan perilaku yang melibatkan tokoh adat dan agama, Pembentukan dan pelatihan MPA di setiap desa rawan karhutla, Penegakan hukum yang adil dan transparan, termasuk pertimbangan restorative justice untuk pelanggaran ringan, dan Integrasi isu geopark dalam seluruh kebijakan lingkungan dan pembangunan daerah.

“Karhutla adalah tantangan sosial-ekologis yang kompleks. Samosir butuh pendekatan yang holistik, bukan hanya spanduk larangan dan seragam pemadam,” pungkas Shohibul. (PS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *