Ancaman Ekologis di Kawasan Danau Toba Kian Mengkhawatirkan: Kebakaran Hutan, Air Keruh, hingga Illegal Logging Meningkat

oplus_0

Samosir, Instrumentasi.com – Para penggiat lingkungan dari komunitas masyarakat, lembaga adat, akademisi, dan LSM yang tergabung dalam Koalisi Lingkungan Toba Bersatu menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi ekosistem Kawasan Danau Toba yang semakin terancam.

Dalam pernyataan yang dirilis pada Sabtu, 26 Juli 2025, mereka menyoroti tiga isu utama: meningkatnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla), memburuknya kualitas air Danau Toba, serta maraknya praktik illegal logging, terutama di wilayah Kabupaten Samosir dan Pardomuan Nauli, Kecamatan Palipi.

“Kami tidak bisa tinggal diam. Kawasan Danau Toba kini menghadapi krisis ekologis yang sangat serius dan berkelanjutan. Jika tidak segera ditangani secara sistematis, akan berdampak panjang pada kehidupan masyarakat,” ujar Wilmar Eliezer Simanjorang, mantan Pj Bupati Samosir yang kini aktif dalam gerakan penyelamatan lingkungan Danau Toba.

Data yang Mencemaskan

Berdasarkan catatan Koalisi Lingkungan, kebakaran hutan dan lahan di kawasan Danau Toba sejak awal tahun ini telah menghanguskan lebih dari 3.620 hektare lahan. Kabupaten Samosir mencatat kerusakan terluas, yakni sekitar 1.215 hektare. Titik-titik api aktif masih ditemukan di beberapa lokasi, memperparah kualitas udara dan menimbulkan gangguan kesehatan.

Tak hanya itu, kualitas air Danau Toba juga mengalami penurunan signifikan. Parameter kekeruhan air (turbiditas) mencapai 200 NTU (Nephelometric Turbidity Units), jauh melebihi ambang batas aman sebesar 25 NTU.

Sementara itu, praktik penebangan liar (illegal logging) di wilayah Pardomuan Nauli terus berlangsung tanpa penindakan hukum yang tegas. Aktivitas ini menyebabkan kerusakan hutan lindung, memperparah erosi, dan mencemari badan air Danau Toba.

Penyebab dan Dampak

Menurut koalisi, penyebab utama karhutla adalah praktik pembukaan lahan dengan cara membakar, ditambah kelalaian pengelolaan lahan dan dampak cuaca ekstrem akibat El Nino.

Kekeruhan air disebabkan oleh erosi lahan gundul akibat karhutla dan illegal logging, serta pembuangan limbah domestik dan pertanian yang belum dikelola secara ramah lingkungan.

Di sisi lain, illegal logging terus marak karena lemahnya pengawasan dan minimnya alternatif penghidupan bagi masyarakat lokal.

Akibat dari ketiga persoalan ini, masyarakat kini menghadapi gangguan kesehatan seperti ISPA, kerusakan habitat flora dan fauna endemik Danau Toba, penurunan produktivitas pertanian dan perikanan, serta turunnya daya tarik pariwisata di kawasan tersebut.

“Kita bicara soal ancaman nyata terhadap kesehatan masyarakat dan perekonomian lokal. Kalau tidak ada langkah cepat dan terkoordinasi, kita akan kehilangan Danau Toba sebagai aset nasional,” kata Wilmar.

Upaya Penanggulangan

Beberapa langkah sudah dilakukan oleh pemerintah daerah dan lembaga terkait. Di antaranya operasi pemadaman kebakaran oleh BPBD, TNI/Polri, dan relawan, dengan bantuan drone thermal. Dinas Lingkungan Hidup juga melakukan pemantauan kualitas air, sementara kampanye edukasi pengelolaan lahan ramah lingkungan terus digencarkan.

Namun, menurut Koalisi, penindakan terhadap pelaku illegal logging di Pardomuan Nauli masih belum optimal.

Rekomendasi Mendesak

Koalisi Lingkungan Toba Bersatu mengeluarkan sejumlah rekomendasi, di antaranya:

  • Penegakan hukum terhadap pelaku illegal logging di Pardomuan Nauli secara transparan dan menyeluruh.
  • Peningkatan patroli hutan serta pelibatan masyarakat lokal dalam pengawasan.
  • Pengendalian erosi dan reboisasi kawasan hulu sungai.
  • Pengelolaan limbah pertanian dan domestik secara terpadu.
  • Pembangunan instalasi pengolahan air limbah di kawasan permukiman dan wisata.
  • Larangan pembukaan lahan dengan cara membakar.
  • Pengembangan sistem deteksi dini dan sistem siaga bencana berbasis masyarakat.
  • “Pemerintah perlu mengubah pendekatan dari reaktif ke preventif. Kolaborasi multipihak adalah kunci. Pemerintah, aparat hukum, masyarakat adat, dan dunia usaha harus duduk bersama,” tutur Wilmar Eliezer Simanjorang.

Ajakan Aksi Kolektif

Dalam penutupnya, Koalisi mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk segera bertindak menyelamatkan Danau Toba dari kerusakan yang lebih parah.

“Danau Toba bukan hanya soal alam, tetapi juga tentang identitas, budaya, dan masa depan masyarakat Batak dan Indonesia secara keseluruhan. Kita semua bertanggung jawab,” pungkas Wilmar. (PS)

 

Koalisi Lingkungan Toba Bersatu mengeluarkan sejumlah rekomendasi, di antaranya:

Penegakan hukum terhadap pelaku illegal logging di Pardomuan Nauli secara transparan dan menyeluruh.

Peningkatan patroli hutan serta pelibatan masyarakat lokal dalam pengawasan.

Pengendalian erosi dan reboisasi kawasan hulu sungai.

Pengelolaan limbah pertanian dan domestik secara terpadu.

Pembangunan instalasi pengolahan air limbah di kawasan permukiman dan wisata.

 

Pengembangan sistem deteksi dini dan sistem siaga bencana berbasis masyarakat.

“Pemerintah perlu mengubah pendekatan dari reaktif ke preventif. Kolaborasi multipihak adalah kunci. Pemerintah, aparat hukum, masyarakat adat, dan dunia usaha harus duduk bersama,” tutur Wilmar Eliezer Simanjorang.

Dalam penutupnya, Koalisi mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk segera bertindak menyelamatkan Danau Toba dari kerusakan yang lebih parah.

“Danau Toba bukan hanya soal alam, tetapi juga tentang identitas, budaya, dan masa depan masyarakat Batak dan Indonesia secara keseluruhan. Kita semua bertanggung jawab,” pungkas Wilmar. (PS)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *