Pondok Kayu Pasir Putih Parbaba Pesona di Tepian Danau Toba

oplus_0

Samosir, Instrumentasi.com – Di tengah geliat pariwisata Danau Toba, Pantai Pasir Putih Parbaba di Kabupaten Samosir tetap menjadi salah satu destinasi favorit. Keindahan pasir putih dan jernihnya air danau menjadi daya tarik utama, namun kehadiran pondok-pondok kayu di tepi pantai turut menambah pesona kawasan ini.

Pondok-pondok tersebut berdiri rapi di bibir pantai, menawarkan suasana sejuk dan alami. Terbuat dari papan pinus dan bambu, pondok-pondok ini dirancang sederhana namun nyaman, terbuka di keempat sisi sehingga angin dan aroma khas danau bisa mengalir leluasa.

Fitri, wisatawan asal Riau, mengaku senang bisa bersantai di pondok itu. “Untung ada pondok ini, kami bisa menikmati danau sambil terlindung dari panas. Tempatnya nyaman, bersih, dan pelayanannya bagus,” ujarnya.

Tak sekadar tempat berteduh, pondok kayu juga menjadi lokasi ideal untuk makan bersama keluarga, beristirahat, atau sekadar menikmati panorama alam. Banyak pengunjung menilai pondok kayu ini memberi nuansa lokal yang otentik, berbeda dari fasilitas modern.

Esmi, pelaku wisata di Pantai Pasir Putih Parbaba, menegaskan bahwa pondok-pondok itu bukan milik investor besar. “Ini usaha rakyat, hasil swadaya masyarakat lokal,” katanya.

Menurut Esmi, pondok kayu menjadi simbol keterlibatan warga dalam mengelola pariwisata. “Kami ikut membersihkan, menjaga, dan menata agar pengunjung merasa nyaman. Ini bagian dari kehidupan kami,” tambahnya.

Harga sewa pondok sangat terjangkau, rata-rata Rp50.000 per unit tergantung ukuran. Tarif itu sudah termasuk fasilitas kebersihan dan keamanan.

Selain menyewakan pondok, warga juga membuka warung makanan dan minuman di sekitar pantai. Kehadiran wisatawan pun mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, terutama bagi ibu rumah tangga.

Namun, akhir-akhir ini muncul kekhawatiran. Pemerintah daerah disebut-sebut mulai menertibkan pondok-pondok kayu dengan alasan penataan kawasan wisata. Warga pun menyuarakan protes.

“Kami heran, pondok rakyat ditertibkan, tapi bangunan besar dari investor tidak disentuh. Padahal kami sudah lebih dulu di sini,” kata Esmi.

Ia menilai kebijakan itu rawan meminggirkan masyarakat kecil. “Kalau rakyat disingkirkan, siapa yang menjaga ruh asli tempat ini?” ujarnya kecewa.

Menurut Esmi, pondok kayu justru memperindah lanskap pantai tanpa merusak lingkungan. “Banyak wisatawan asing bilang mereka lebih suka tempat seperti ini dibanding hotel berbintang,” tuturnya.

Pelaku wisata berharap pemerintah bersikap bijak. Penataan boleh dilakukan, namun masyarakat harus dilibatkan sebagai mitra, bukan hanya objek.

Pondok kayu di Pantai Pasir Putih Parbaba bukan sekadar bangunan. Ia adalah simbol ekonomi rakyat dan kearifan lokal—lahir dari kebutuhan, dijaga dengan gotong royong, dan memberi manfaat nyata bagi warga.

Jika dikelola secara kolaboratif, pondok-pondok ini bisa menjadi ikon pariwisata Samosir: tempat berinteraksi antara alam, budaya, dan manusia. (PS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *