Samosir, Instrumentasi.com — Sejumlah tokoh dari berbagai komunitas di Kabupaten Samosir menyuarakan keprihatinan atas semakin parahnya kerusakan lingkungan di kawasan Danau Toba. Dalam sebuah diskusi terbuka yang digelar di Kafe Solu Bolon, Pangururan, Selasa (23/6/2025), mereka menyerukan pentingnya menjaga kelestarian alam dan menghentikan praktik penebangan pohon yang merusak ekosistem.
Efendi Naibaho, salah satu tokoh masyarakat yang hadir, menyatakan bahwa kondisi lingkungan di sekitar Samosir dan wilayah Toba telah memasuki tahap yang mengkhawatirkan. Ia menegaskan perlunya tindakan bersama untuk menghentikan seluruh aktivitas yang merusak alam.
“Penebangan pohon yang dilakukan secara masif dan tanpa pengawasan harus segera dihentikan. Ini bukan hanya soal lingkungan, tetapi soal masa depan anak cucu kita,” tegas Efendi.
Sementara itu, mantan anggota DPRD Samosir, Pahalatua Simbolon menyampaikan, masalah keselamatan lingkungan harus tetap disuarakan. Juga tutup TPL harus kita suarakan, kita pasti berjuang, demi kelestarian lingkungan, ujarnya.
Ditambahkannya, Ephorus HKBP telah menyerukan keselamatan lingkungan, maka dari situ kita harus mendukung konsep Ephorus, imbuhnya.
Ketua Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL, Anggiat Sinaga, menyampaikan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam menekan praktik perusakan lingkungan. Ia menilai, suara publik harus digunakan untuk menagih tanggung jawab pemerintah dan korporasi.
“Kita tidak bisa tinggal diam. Hutan bukan hanya warisan leluhur, tapi juga titipan bagi generasi mendatang,” ujarnya.
Senada dengan itu, Tumpal BT Siregar menekankan bahwa salah satu tuntutan utama berbagai komunitas adalah penghentian operasional PT Toba Pulp Lestari (TPL), yang dinilai sebagai penyumbang utama kerusakan lingkungan di kawasan Toba.
“Sudah waktunya TPL ditutup. Dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan terlalu besar untuk terus dibiarkan,” katanya.
Turut hadir dalam diskusi tersebut para aktivis lingkungan dari Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat, antara lain Sandres Siahaan, Bona Purba, Yacob Napitupulu, dan Susi Halawa. Mereka menyuarakan pentingnya aksi kolektif demi menyelamatkan hutan sebagai sumber kehidupan dan penopang ekosistem.
Sandres Siahaan menyebutkan bahwa keberadaan TPL lebih banyak membawa mudarat daripada manfaat bagi masyarakat. Ia mendesak pemerintah pusat untuk segera mengambil langkah tegas.
“Kami akan terus bersuara hingga hutan ini kembali menjadi milik rakyat, bukan dikuasai oleh kepentingan korporasi,” ujarnya.
Bona Purba menambahkan bahwa gerakan penyadaran masyarakat harus digalakkan secara berkelanjutan, sementara Yacob Napitupulu mengingatkan bahwa krisis lingkungan akan berdampak langsung terhadap sektor pertanian dan pariwisata, yang menjadi tumpuan ekonomi warga.
Menutup diskusi, Susi Halawa menyampaikan harapan agar pemerintah tidak lagi menutup mata terhadap persoalan lingkungan.
“Kami bukan anti investasi. Kami hanya ingin lingkungan tetap lestari dan masyarakat hidup sejahtera,” katanya.
Diskusi ini menjadi pengingat bahwa suara masyarakat, jika bersatu, dapat menjadi kekuatan besar dalam memperjuangkan keadilan lingkungan dan hak hidup generasi masa depan.
Para peserta juga menyatakan komitmennya untuk terus mencatat dan menginventarisasi kerusakan lingkungan di Kabupaten Samosir, terutama akibat penebangan pohon yang dilakukan tanpa mempertimbangkan keselamatan lingkungan. (PS)