Samosir, Instrumentasi.com – Seorang wartawan TVRI, Junjungan Marpaung, resmi melaporkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir, dr. Dina Hutapea, ke Polres Samosir. Laporan itu diajukan pada Senin (16/9/2025) terkait dugaan tindak pidana penghalangan kerja jurnalistik.
Pengaduan dilayangkan setelah Junjungan merasa tindakannya sebagai jurnalis dihambat saat meliput Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan komisi DPRD Samosir, Senin (15/9/2025) yang membahas pemberhentian dokter Bilmar Delano Sidabutar dari status PNS di Pemkab Samosir.
Dalam laporan tertulisnya, Junjungan menjelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 17.00 WIB di Gedung DPRD Samosir. Saat itu ia tengah melakukan peliputan resmi menggunakan handycam.
Ia mengatakan, dirinya sempat mengajukan pertanyaan kepada Kadis Kesehatan Samosir, dr. Dina Hutapea, dan berusaha merekam jawaban dengan perangkat handycam. Namun, respons yang diterima justru di luar dugaan, ujar Junjungan, Rabu ( 17/9/2025) di Pangururan.
Menurut Junjungan, Dina Hutapea melakukan tindakan tidak menyenangkan dengan menepis hingga hampir merampas handycam yang digunakan untuk merekam. Sehingga ia terhalang melakukan tugas jurnalistiknya.
โPerbuatan itu menghambat, menghalangi, serta mengganggu kerja jurnalistik saya yang dilindungi Undang-undang Pers,โ ujar Junjungan saat menunjukkan surat pengaduannya kepada Polres Samosir.
Atas kejadian itu, ia menilai dirinya telah dirugikan baik secara profesional maupun moral. Junjungan menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk penghalangan kebebasan pers.
Dalam suratnya, Junjungan menyebutkan dasar hukum yang dilanggar. Pertama, Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang melarang siapapun menghalangi kerja jurnalistik.
Aturan tersebut menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal dua tahun atau denda hingga Rp500 juta.
Selain itu, Junjungan juga mengutip Pasal 4 ayat (3) UU Pers, yang menegaskan bahwa pers memiliki hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi kepada publik.
Tidak hanya itu, Junjungan turut menambahkan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Pasal ini ia kaitkan dengan tindakan fisik berupa penebasan tangan ke arah handycam yang digunakannya saat meliput.
Sebagai penguat laporannya, Junjungan melampirkan dua alat bukti, yakni rekaman video dari handycam serta keterangan saksi bernama Mardiono Simanjuntak.
Dalam pengaduannya, Junjungan juga meminta Polres Samosir segera menindaklanjuti laporan tersebut. Ia berharap polisi menerima laporannya secara resmi dan melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan dr. Dina Hutapea.
Ia juga memohon agar kepolisian memberikan perlindungan hukum, mengingat ia sedang menjalankan tugas jurnalistik yang dijamin undang-undang.
โPeristiwa ini jelas merugikan saya. Sebagai wartawan, saya bekerja untuk kepentingan publik agar informasi dapat tersampaikan secara utuh,โ tulisnya lagi.
Tembusan laporan itu juga dikirimkan kepada Kapolri, Ketua Dewan Pers, Kapolda Sumatera Utara, serta rekan-rekan pers sebagai bentuk transparansi dan dukungan moral.
Kasus ini pun menjadi perhatian kalangan jurnalis di Samosir. Sejumlah wartawan menilai dugaan penghalangan kerja pers adalah bentuk ancaman terhadap kebebasan pers di daerah.
Sementara itu, Polres Samosir telah menerima laporan tersebut. Surat pengaduan yang diajukan Junjungan telah dicatat melalui bagian staf reserse dengan cap dan tanda terima tertanggal 16 September 2025.
Kasus ini diperkirakan akan menjadi sorotan publik, mengingat menyangkut pelaksanaan tugas jurnalistik yang diatur secara jelas dalam UU Pers dan dijamin konstitusi.(PS)












