Jakarta, Istrumentasi.com – Gelombang desakan agar Presiden Prabowo Subianto segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen terus menguat. Desakan ini lahir dari keresahan publik atas jatuhnya korban jiwa dalam aksi massa yang berlangsung sejak 25 Agustus hingga 2 September 2025 di sejumlah daerah Indonesia.
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyatakan sebanyak 10 warga negara meninggal dunia dalam rentetan demonstrasi yang berakhir ricuh. Sejumlah korban diduga kuat mengalami kekerasan bahkan penyiksaan oleh aparat kepolisian.
Namun tidak semua korban tewas akibat tindakan aparat. Sebagian lainnya meninggal karena aksi massa yang tidak terkendali. Dua orang dilaporkan ikut terbakar bersama gedung DPRD Makassar, sementara satu orang lainnya tewas setelah melompat untuk menyelamatkan diri. Puluhan orang luka berat maupun ringan kini masih menjalani perawatan medis dengan biaya yang ditanggung pemerintah.
Keadilan yang Tidak Boleh Tebang Pilih
Menteri HAM, Natalius Pigai, menegaskan pemerintah berkewajiban memperlakukan seluruh korban secara setara tanpa diskriminasi. Menurutnya, Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 jelas menyebutkan semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum maupun pemerintahan.
“Kalau keluarga almarhum Affan Kurniawan, pengemudi ojek online, dijanjikan rumah dan sepeda motor oleh pemerintah, maka sembilan korban lainnya pun harus diperlakukan sama. Tidak boleh ada pembedaan,” tegas Pigai.
Korban lain yang tercatat antara lain Sarina Wati, pegawai DPRD Makassar yang ikut terbakar di kantornya, Sumari (60), tukang becak asal Solo yang diduga tewas akibat terkena gas air mata, dan Reza Sendy Pratama (21), mahasiswa Amikom Yogyakarta yang ditemukan meninggal dengan bekas luka memar dan jejak pijakan sepatu di tubuhnya.
Selain mereka, enam korban lain yang juga kehilangan nyawa dalam tragedi ini adalah Andika Lutfi Falah, Saiful Akbar, M. Akbar Basri, Rusdamdinsayah, Iko J Junior, dan Septianus Sesa.
Tuntutan Proses Hukum Setara
Natalius Pigai juga menekankan pentingnya proses hukum yang adil. Ia mencontohkan, anggota Polri yang diduga menggilas Affan Kurniawan telah dijatuhi sanksi pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) dan akan dilanjutkan dengan proses pidana. Maka, pelaku lain baik aparat maupun warga sipil yang terbukti menyebabkan sembilan korban lainnya meninggal harus mendapat perlakuan hukum yang sama.
“Tidak boleh ada korban yang diperlakukan berbeda. Tidak boleh ada pelaku yang lolos dari jerat hukum,” ujarnya.
Mendesak TGPF Independen
Atas situasi ini, publik menuntut Presiden Prabowo segera membentuk TGPF independen yang melibatkan unsur non-pemerintah. Tim tersebut diharapkan bekerja secara objektif, bertanggung jawab langsung kepada presiden, serta menghasilkan temuan yang final dan mengikat.
Langkah ini dinilai mendesak mengingat besarnya jumlah korban jiwa dan potensi pelanggaran HAM yang terjadi. Dengan TGPF independen, fakta yang sebenarnya dapat terungkap sekaligus memberi kepastian hukum bagi keluarga korban.
Tragedi aksi massa yang menelan 10 korban jiwa ini menjadi ujian awal bagi pemerintahan Prabowo dalam menegakkan keadilan. Publik kini menanti, apakah negara benar-benar hadir memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi seluruh warganya tanpa terkecuali.(*)




